Sangat sulit membuat sebuah analogi atau permisalan, suatu kondisi dimana seseorang memiliki agama namun tidak memiliki iman. Dalam benak orang yang beragama Islam, termasuk orang-orang yang kafirpun keadaan ini merupakan suatu hal sangat tidak mungkin terjadi. Namun kenyataannya saat ini hal tersebut bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi lagi, akan tetapi justru sangat marak-nyata dan banyak terdapat disekitar kita. Bagaimana tidak, dari sekian banyak masyarakat yang beragama Islam, sebagian diantaranya tidak atau belum nampak ada tanda-tanda memiliki identitas IMAN, sesuatu yang lebih utama daripada identitas agama. Ada lagi sebagian dari mereka yang telah memilki itanda-tanda keimanan -- namun patut disayangkan -- keimanan yang dia miliki diambil dari sumber yang tidak semestinya, sehingga peribadatanya tidak akan mendatangkan manfaat bagi dirinya, bahkan bisa jadi justru mendatangkan bencana baginya di akherat kelak. Lalu adakah kita berupaya untuk selalu menyandingkan iman dengan agama yang kita akui ?
Puji dan syukur kepada Allah atas berbagai nikmat yang telah Allah berikan, utamanya nikmat iman yang sangat berharga. Marilah kita renungkan firman Allah : “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Dan juga firman-Nya : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan jannah untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur'an. (Q.S. At-Taubah: 111)
Demikianlah sebuah gambaran yang diberikan oleh Allah dalam ayat-Nya Yang Mulia tentang nilai iman yang berada pada diri seorang mukmin. Jiwa dan harta orang-orang yang beriman akan ditukar dengan jannah (surga) di akhirat kelak. Taman keindahan tanpa cela dengan kebahagiaan tanpa batas. Setiap jiwa orang yang memiliki iman yang masuk jannah akan mendapat Ridha Allah. Tiada lagi dosa dan kemurkaan terhadap apapun yang dilakukannya.
Firman Allah di bawah ini menggambarkan lebih jelas lagi mengenai harga iman yang mungkin selama ini masih samar bagi kita semua.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak itu). Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (Q.S. Ali 'Imran: 91)
Jelas sekali disebutkan dalam ayat tersebut bahwa Allah tidak akan menerima tebusan dari orang-orang yang tidak beriman agar mereka dibebaskan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Walaupun orang-orang kafir itu menebus dengan emas sepenuh bumi. Karena yang dapat menebus hal itu hanyalah iman. Dan hanyalah orang-orang mukmin yang memiliki iman yang bisa dibebaskan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Nyatalah bahwa ternyata iman tidak dapat dibeli walaupun dengan emas sepenuh bumi. Jangankan dengan emas yang sepenuh bumi, tebusan manusia pun tidak dapat mengeluarkan seseorang yang tidak memiliki iman dari siksa neraka. Firman Allah,
Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan sauradaranya. Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya naar itu adalah api yang bergejolak. (Q.S. Al-Ma'arij: 11-15)
Rasulullah SAW juga bersabda, Musnahnya dunia jauh lebih sepele bagi Allah daripada terbunuhnya jiwa seorang mukmin dengan cara yang tidak hak. (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi dan dishahihkan oleh al-Albani)
Itulah nilai iman, mahal tidak terkira. Iman yang dengannya seseorang bisa terbebas dari pedihnya siksa neraka dan yang dengan iman itu pulalah seseorang bisa menikmati kebahagiaan yang kekal nan abadi di dalam surga. Dan bila diibaratkan, hati bagaikan sebuah rumah dan iman adalah barang berharga. Maka hati orang kafir seperti rumah yang kosong melompong. Tidak memiliki satu harta pun yang berharga yang menarik untuk dicuri atau dirusak. Sedangkan hati orang mukmin pada umumnya, selain hati para Nabi, ibarat rumah yang berisi barang berharga dengan penjagaan yang berbeda-beda. Ada yang menjaganya dengan ketat dan ada yang melalaikannya bahkan tidak menjaganya sama sekali. Maka wajar bila orang-orang mukmin dan iman yang dimilikinya menjadi satu-satunya incaran setan.
Setan melalui tentara-tentaranya berbentuk jin dan manusia berusaha untuk merampas iman dari pemiliknya. Usaha pertama dengan menumpas orang-orang beriman melalui perang dan pembantaian. Bila tidak mungkin, pemurtadan menjadi pilihan berikutnya. Ajakan pindah agama, jebakan hutang budi maupun hutang uang, hasutan dan sebagainya. Semua itu dijalankan untuk mencuri iman dari orang-orang mukmin.
Metode kedua adalah metode terselubung. Yaitu penyebaran pemikiran-pemikiran sesat yang bisa menguras iman secara optimal. Paham-paham sekulerisme, humanisme, liberalisme, pluralism dan paham-paham menyesatkan lainnya gencar disebarkan. Dengan metode ini, dihasilkanlah orang-orang yang mengaku muslim, tapi hati dan cara berpikirnya (keimanannya) jauh lebih sesat dari cara berpikirnya orang-orang kafir.
Salah contoh paham pluralisme yang membuat sebagian umat Islam tersesat adalah sebagimana diucapkan oleh seorang tokoh Islam Indonesia (yang sangat masyhur dikalangan tertentu), atau sebagian juga menyebutnya ulama bahwa dia pernah berucap di hadapan publik bahwa “Dirinya dan Romo Mangun (seorang pendeta Kristen) itu beda agama, tapi satu iman”
Yang membuat kita tergelitik adalah adanya pernyataan “satu iman”. Cukup besar nilai yang dipertaruhkah atas pernyataan tersebut, mengingat dia sebagai tokoh islam nasional yang tentunya memilki banyak simpatisan dan pengikut muslim. Lalu andai pernyataan ini di balik maka Romo Mangun satu iman dengan umat Islam. Kalau dalam Islam pengertian iman adalah seperti itu, apakah umat-umat agama lain juga memahami pengertian iman yang sama. Pernyataan tersebut terlalu mudah di sangkal dengan beberapa pertanyaan berikut :
- Apakah dia bertuhan kepada Allah? jika “satu iman” tentunya mereka juga beriman kepada Allah
- Apakah dia beriman kepada malaikat-malaikat Allah? adakah Jibril, Mikail, dan malaikat lainnya dalam ajaran mereka dan berimankah mereka pada hal ini? Kalo ternyata tidak, apakah itu namanya “satu iman” ?
- Apakah dia beriman kepada kitab-kitab Allah? Berimankah mereka kepada Al-Quran? Apakah mereka menjalankan apa-apa yang diperintah di dalam Al-Quran? Kalau “satu iman”, mereka juga wajib mengimani dan mempelajari Al-Quran sebagai kitab suci mereka
- Apakah dia beriman kepada rasul-rasul Allah? Apakah mereka mengakui Muhammad sebagai rasul akhir zaman? Apakah mereka mengikuti ajaran yang dibawa oleh Muhammad? Kalo tidak, ya bukan “satu iman” namanya
- Apakah dia beriman kepada hari akhir? Percayakah mereka akan adanya kehidupan setelah mati? Berimankah mereka ketika dinyatakan tentang surga, neraka, dan akhirat? Jika mereka mengingkarinya, berarti kita tidak “satu iman”
- Apakah dia beriman kepada Qadha dan Qadar? Apakah mereka mempercayai nasib yang ditentukan oleh Allah? Percayakah mereka kepada jodoh yang diatur Allah? Bukan “satu iman” namanya jika mereka tidak beriman pada Qadha dan Qadar.
Ada sebuah kalimat yang sangat indah yang berasal dari wahyu Allah dalam Al-Quran, “Untukmu agamamu dan untukku agamaku” (Al Kafirun: 6)
Metode terakhir yang dilancarkan oleh setan adalah pencurian iman sedikit demi sedikit dengan kemaksiatan. Sehingga iman senantiasa berkurang ketika seorang terperdaya oleh bujuk rayu setan yang bervariasi. Walaupun hasilnya tidak banyak, namun sedikit demi sedikit iman lama-lama juga menjadi habis. Sebab, iman memang akan terkikis oleh maksiat. Sebagaimana dalam sebuah kaidah, “Iman itu bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.”
Semua itu akibat perbuatan maksiat, yang dijalani oleh seorang hamba akan menyebabkan seorang hamba menjadi lupa diri. Jika seorang hamba sudah lupa diri, maka jiwanya akan membiarkannya, merusaknya, dan membinasakannya. Tetapi, seorang hamba tidak pernah mau menyadari, bahwa ia telah merusak dirinya, akibat dari perbuatan maksiat itu.
Bagaimana cara maksiat membuat hamba lupa diri? Jika ia sudah menjadi lupa diri, maka siapa yang akan mengingatkannya? Apa makna lupa diri itu? Lupa diri adalah jenis kelupaan yang paling besar. Allah berfirman :“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”. (Al-Hasyr : 19).
Apabila mereka melupakan Tuhan mereka, Allah, maka Allah pun melupakan mereka, sebagaimana firman-Nya :“Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka”. (At-Taubah : 67)
Akibat kelupaan itu, Allah memberikan dua hukuman atas kelupaan mereka itu. Pertama, Allah melupakan mereka. Kedua, Allah menjadikan mereka lupa diri. Betapa Allah telah melupakan mereka, berarti Allah membiarkannya, meninggalkannya sendirian, menyia-nyiakannya, dan tidak mau tahu dengan urusannya. Apabila yang dialami seorang hamba demikian, maka yang dialaminya adalah kehancuran dan kebinasaan. Allah Azza Wa Jalla, yang Maha Rahman dan Rahim, lalu membiarkan hambanya yang telah lupa itu, akibat perbuatan maksiat yang telah dilakukannya.
Iman sangat berharga. Harga iman tidak bisa dibandingkan dan tidak bisa ditukar dengan emas sepenuh bumi atau pun dengan seluruh manusia yang mendiami bumi dan bahkan tidak bisa disamakan nilainya dengan bumi dan seisinya. Iman hanya dapat dihargai dengan kenikmatan surga dan keridhaan Allah. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mensyukuri nikmat iman tersebut. Mensyukuri nikmat iman dengan cara memperhatankan iman agar tetap berada dalam diri kita hingga ajal menjemput. Dan tidak ada yang lebih pantas untuk dipertahankan dengan konsekuensi apapun melebihi iman bahkan walaupun dengan taruhan nyawa.
Marilah kita yang hari ini masih memiliki iman walaupun mungkin hanya sedikit untuk senantiasa mempertahankannya dan meningkatkannya. Menumbuhkan suburkan iman dengan memperbanyak amal ketaatan dan mempertahankannya dari gangguan setan dengan cara menjauhi berbagai amal kemaksiatan.
Wallahu’alam bishshowwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan Komentar untuk diskusi bersama