|
Nick Vujicic seketika menjatuhkan badannya sendiri, seperti posisi tengkurap. Lalu ia berkata, "Tahukah kalian, aku berlatih keras untuk bangun sendiri dari posisi jatuh seperti ini ratusan kali. Tapi, aku tak mau menyerah, dan tak mau membiarkan diriku gagal. Karena kalau aku gagal, maka aku tidak ada." Lalu dia mencoba bangkit berdiri, dengan menggunakan kepalanya sebagai tumpuannya. Lalu dia berkata lagi, "Saya tak punya tangan, saya tak punya kaki, tapi saya hanya ingin bersyukur pada Tuhan. Saya menikmati hidup saya sebagaimana orang-orang lain."
Dalam kisah yang lain sahabat Rasulullah SAW, yang sangat kaya dan dermawan, namanya Amr Ibn al-Jamuh. Beliau adalah seorang yang mempunyai kecacatan di kakinya. Diriwayatkan bahwa hanya sebelah kakinya yang sempurna dan bisa digunakan sepenuhnya. Amr berjanji, apabila memeluk agama Islam, beliau akan menyerahkan seluruh hartanya untuk agama (infak). Namun seperti yang dijanjikan Allah, harta yang dijadikan bekal ke jalannya, rezeki orang itu tidak akan berkurang. Maka Amr ibn al-Jamuh sentiasa berada dalam keadaan hartawan yang dermawan.
Sebagai seorang hamba Allah yang sholeh, beliau senatiasa berusaha memperbaharui iman dan meperbaiki dirinya. Oleh karena kesenangan dan kemewahan hidup kemungkinan bisa jadi melalaikan dirinya, meskipun beliau sering meginfakkan hartanya, Amr senatiasa bersikeras ingin melakukan yang lebih lagi, lalu beliau berazam untuk ikut serta dalam peperangan.
Dari perang Badar hingga perang Uhud, Amr tidak jemu-jemunya memohon dengan Rasulullah untuk ikut serta dalam pasukan tentera Islam, meskipun Rasulullah menegas-kan agar beliau tinggal saja, karena surah al-Fath yang telah mengecualikan orang-orang yang kurang sempurna dari turun berperang:
Tidaklah menjadi salah kepada orang buta, dan tidaklah menjadi salah kepada orang cacat, dan tidaklah menjadi salah kepada orang sakit tidak turut berperang, kerana masing-masing ada uzurnya. Dan, barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka akan dimasukkanNya ke dalam Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai: dan barang siapa yang berpaling dan ingkar, akan disiksa-Nya dengan azab yang tidak terperi sakitnya [48:17]
Namun Amr ibn al-Jamuh berkeras untuk turut serta. Katanya kepada Rasulullah “Ya Rasulullah, aku amat berharap sekiranya dengan kecacatan aku dapat merebut syurga Allah”. Atas desakan beliau akhirnya Rasulullah mengijinkan Amr ikut serta dalam peperangan. Beliau pun berjalan dalam barisan tentera dengan terjengkat-jengkat, sambil berdoa agar dikurniakan syahid.
Di medan perang, Amr ibn al-Jamuh begitu berani dengan sebelah kakinya beliau melompat-lompat dan menerjang ke arah musuh. Banyak musuh terbunuh dipancungnya. Dan akhirnya beliaupun telah terpilih untuk menjadi salah seorang dari para syuhada’ yang mana rohnya terbang bebas seperti burung dan berbau wangi bak kasturi.
Dari dua kisah yang tersebut di atas, kiranya bisa menjadikan cerminan dan pelajaran berharga bagi kita, bahwasanya seperti apapun Allah memberikan keleng-akapan terhadap makhluknya, tentunya apabila kita kelola dengan baik, kita berdayakan dengan maksimal, tentu akan mendapatkan hasil yang memuaskan pula. Lebih-lebih apabila diri kita diberikan karunia akal yang sehat, jiwa yang normal, organ tubuh yang lengkap dan berfungsi, maka akan lebih masuk akal pula bila bisa meraih prestasi yang lebih dibandingkan dengan saudara-saudara kita yang kurang sempurna.
Memberdayakan Potensi Diri
Dari Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya: ”Apakah pekerjaan yang paling afdhol?” Beliau menjawab:”Pekerjaan seo-rang laki-laki dengan tangannya sendiri (hasil jerih payah sendiri), dan setiap jual beli yang mabrur. (Hadits riwayat al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim rahima-humallah). Dari hadist ini terdapat beberapa hal yang bisa kita petik himahnya bahwa
1. Salah satu ajaran di dalam Islam yaitu motivasi dan anjuran untuk berusaha, bekerja dan mencari rizki yang baik. Dan juga bahwasanya Islam itu adalah aturan agama dan Negara, sebagaimana Islam memerintahkan ummatnya untuk menunai-kan hak Allah Subhanahu wa Ta'ala (ibadah), maka Islam juga memerintahkan untuk mencari rizki dan untuk berusaha memakmurkan dan mengembangkan bumi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk:15)
2. Bahwasanya pekerjaan/mata penca-harian terbaik adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri (usaha sendiri). Di dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada satu makanpun yang lebih baik dari pada apa yang dimakan oleh seseorang dari hasil kerjanya sendiri”
3. Bahwasanya amalan apapun yang dilakukan oleh setiap muslim yang diniatkan untuk menjaga kehormatan dirinya (tidak meminta-minta), dan untuk mencukupkan dirinya dari (bergantung kepada) apa-apa yang ada di tangan manusia, maka itu termasuk pekerjaan yang baik. Dan setiap manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan apa yang menjadi pekerjaan dan profesinya.
4. Tidak adanya pengkhususan dari Syari’ (Allah) dan penentuan jenis pekerjaan tertentu, adalah dalil bahwa maksud hal itu adalah terwujudnya Iradah Kauniyah/ kehendak kauniyah yaitu memakmurkan alam dunia ini, yaitu dengan bekerjanya masing-masing orang atau kelompok dengan suatu pekerjaan yang tidak dilakukan oleh orang atau kelompok lain.
Yang menjadi masalah laten dari sebagian umat muslim adalah menjadikan qonaah dan syukur (nerimo) sebagai tameng kemalasannya untuk berjuang, dan memaksimalkan potensi diri dalam bekerja atau beramal. Apabila sifat demikian dipelihara maka lambat laun akan mematikan potensi sebagaimana yang telah Allah karuniakan. Beberapa hal kiranya yang harus dihindari untuk memaksimalkan potensi diri dan memotivasinya adalah :
Berpuas Diri
Islam memang telah mensyariatkan agar kita selalu bersyukur dan qonaah, sebagaimana hadist qudsi Allah berfirman: “Barang siapa sudi menerima bagian yang telah Aku berikan untuknya (Qonaah & bersyukur) maka, Rezekinya Aku beri "keberkahan” dan harta benda duniawi pun memaksa diri untuk mendatanginya walaupun ia tidak menginginkannya."
Dalam hadist yang lain bahwa Rosulullah bersabda “Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim).
Yang menjadi permasalahan adalah, kita seringkali kesulitan memaknai antara bersyukur qonaah dengan kewajiban kita agar terus berkarya. Qonaah dan syukur tidak berarti mudah meyerah. Bila bila kita salah dalam memaknai, bisa-bisa kita secara tidak sengaja terjerembab ke sifat terlalu nerimo, dan malas, bahkan berpuas diri. Lebih parah lagi bila kita terlalu dini mem-vonis bahwa usaha kita telah mak-simal, sehingga tinggalah bertawakal yang jadi senjata pamungkas. Sementara dalam hal apapun baik urusan duniawi maupun akherat Rosulullah telah memberikan motivasi dalam sabdanya :
"Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka", lalu bagai-mana kita kita mau menggapainya……. ?
Sebagian pakar psikologi mengatakan bahwa rasa puas diri sesungguhnya memperlihatkan sifat sombong dan angkuh. Orang yang mudah berpuas diri dengan kemampuan dan prestasi yang diraihnya cenderung egois dan tidak terbuka terhadap masukan maupun kritik orang lain. Orang dengan tipe ini juga cenderung berbuat hanya bertujuan mendapatkan sesuatu untuk kemenangan diri sendiri ketimbang berkarya kemudian bermanfaat bagi orang lain. Karena itu, orang yang mudah berpuas diri umumnya menggunakan cara-cara yang kurang etis dalam bermuamalah.
Prof. Hamka menerangkan tentang Sifat Qona’ah bahwasannya sifat Qona’ah itu mengandung lima hal diantaranya, pertama, menerima apa yang ada dengan penuh rela. Kedua, memohon kepada Allah agar diberi tambahan yang pantas, dibarengi dengan usaha. Ketiga, menerima ketentuan Allah dengan sabar. Keempat bertawakkal kepada Allah. Dan terakhir tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
Berhenti Belajar
Seluruh indra telah Allah sempurnakan melekat di jasad kita. Kita bisa mengamati dunia dengannya. Akal dan hati selalu menyertainya. Belajar merupakan proses sepanjang hidup. Orang yang tidak ingin belajar sesungguhnya mengalami kematian. Padahal dunia saat ini, dalam berbagai bidang apapun, selalu dituntut dengan perkembangan yang cepat. Begitu kita tidak berminat untuk belajar, maka sesung-guhnya kita telah menutup dan membunuh potensi yang telah Allah karuniakan. Karena itu, hendaknya kita mau belajar, baik belajar dari pengalaman, belajar mendengarkan masukan orang lain, belajar mengamati dan menganalisa setiap tantangan dan hambatan yang dialami dalam memak-murkan bumi.
Rosulullah menegaskan bahwa menun-tut ilmu wajib bagi muslim dan muslimah, bahkan dalam hadist yang lain diterangkan bahwa menuntut ilmu itu harus dilakukan mulai lahir hingga masuk liang lahat, artinya sampai kapapun tanpa mengenal usia, tanpa mengenal ruang dan waktu.
Kuper alias Kurang Pergaulan
Rosulullah bersabda dalam hadistnya;
“Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada salat dan shaum?” Sahabat menjawab, “Tentu saja!” Rasulullah pun kemudian menjelas-kan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua itu) adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipan-jangkan usianya dan dibanyakkan reze-kinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim).
Ilmu Allah tersebar dimuka bumi dengan begitu luasnya. Sebagian kecil telah telah tersebar memenuhi kemampuan akal manu-sia di dunia, artinya masing-masing manu-sia memiliki pengetahuan yang bebeda-beda. Syariat Islam mengajarkan bahwa agar umatnya mau mempererat ukhuwah dan memperluas tali silaturahmi. Hal ini dapat diartikan bahwa melalui silaturahmi dan ukhuwah yang baik kita bisa saling bertukar pikiran, saling memberikan pengetahuan, bertukar pengalaman, dan pada akhirnya kita bisa bertambah ilmu pengetahuan sehingga kita bisa membuk-tikah bahwa silaturahmi memang benar-benar dapat memperbanyak rezki dan memperpanjang usia.
Wallohu’alam bishshowwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sampaikan Komentar untuk diskusi bersama