Kamis, 13 Januari 2011

F I T R O H


Dari dahulu bangsa kita sudah dikenal sebagai bangsa yang agamis, karena pada umumnya masyarakat bangsa kita ini percaya dan yakin akan keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalaupun ada yang berpaham atheis (tidak percaya adanya Tuhan) yang ditandai lahirnya partai komunis, itu sudah belakangan, yah sekitar akhir abad 19 dan masuk awal abad 20, itupun bukan asli kepercayaan bangsa ini akan tetapi hasil adopsi (mengambil) dari bangsa lain terutama negara-negara Eropa Timur dan Cina. Yang jelas nenek moyang bangsa ini sudah kesohor akan kepercayaan animisme dan dinamismenya.
Bahkan jejak keyakinan animisme yang merupakan  kepercayaan akan adanya kekuatan ghaib, seperti ruh/arwah dan jin, serta keyakinan dinamisme yang  merupakan  kepercayaan akan adanya kekuatan pada benda-benda tertentu, sampai sekarang masih mudah kita jumpai di tengah-tengah masyarakat sekitar kita.
Kemudian dalam perkembangannya, datanglah agama-agama baru seperti agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen baik Kristen Katholik maupun Protestan bahkan belakangan ajaran Khong Hu Chu sudah mulai diakui keberadaannya. Dan sebenarnya masih banyak lagi keyakinan-keyakinan lain yang bermunculan di tengah-tengah masyarakat, hanya saja keberadaannya belum diakui secara resmi oleh negara.
Banyaknya agama dan keyakinan yang dianut oleh manusia, ini menunjukkan bahwa sebenarnya manusia secara alamiah percaya dan yakin bahwa di luar dirinya ada kekuatan yang maha hebat dan luar biasa, yang bisa menjadi tempat bergantung atau sandaran hidupnya serta solusi dari persoalan yang dihadapinya. Setiap manusia, dalam hati kecilnya pasti ada perasaan dan kecenderungan semacam ini  hatta orang atheis sekalipun. Hanya saja masing-masing orang kondisinya tidak sama, ada yang tebal ada yang tipis, ada yang kuat ada pula yang lemah, ada yang berkembang namun ada pula yang mati. Kecenderungan yang seperti inilah yang dikatakan sebagai Fitroh.
Informasi akan hal ini telah Alloh SWT beritahukan kepada kita melalui firman-Nya dalam Al Quran surat Al A’rof ayat 172 dan 173 yang artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Alloh mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) :”Bukankah Aku ini Robbmu (Tuhanmu)?” Mereka menjawab : ”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan ” Sesungguhnya kami (bani Adam, manusia) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan). (172) Atau agar kamu tidak mengatakan :” Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ni adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu”. (173)
Itulah satu pengakuan dan persaksian yang dilakukan oleh setiap manusia sebelum terlahir ke dunia. Manusia, dari manapun asalnya, apapun suku bangsanya, apapun warna kulit dan bahasanya, baik yang beriman maupun yang kafir (tanpa kecuali) semuanya sama, sama-sama mengakui akan keberadaan Alloh SWT sebagai Tuhannya yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya.
Manusia adalah umat yang satu
Pada dasarnya manusia adalah umat yang satu, tetapi setelah manusia berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dan mulai banyak muncul persoalan (perselisihan) dan kepentingan maka manusia yang tadinya mempunyai fitrah yang
sama yaitu mengakui akan keesaan Alloh SWT, bergeser dan berubah keyakinannya sesuai dengan kepentingan dan hawa nafsunya.
Alloh SWT berfirman dalam Al Quran yang artinya : Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Alloh mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Alloh menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Alloh memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Alloh selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS Al Baqoroh : 213).
Masing-masing merasa benar
Sekalipun sebelumnya melakukan perjanjian dan persaksian yang sama di hadapan Alloh SWT yaitu sama-sama mengakui bahwa hanya Allohlah yang berhak dan harus diibadahi (ditaati), namun setelah terlahir ke dunia kondisi keyakinan dan kecenderungannya berbeda-beda. Ada yang berkeyakinan bahwa Tuhan (yang berhak disembah) itu hanya satu seperti dalam agama Islam, tapi ada yang berkeyakinan bahwa Tuhan itu tiga tapi satu, seperti dalam agama Kristen. Ada juga yang meyakini kalau Tuhan itu banyak jumlahnya (yaitu para Dewa) seperti dalam agama Hindu, ada pula yang beranggapan bahwa Tuhan ada pada tempat-tempat atau benda-benda keramat seperti pada kepercayaan animisme dan dinamisme, dan lain sebagainya. Masing-masing mengaku dan menyatakan keyakinannya itu benar bahkan yang paling benar dan yang lain salah.
Pengakuan dan anggapan seperti itu adalah sesuatu yang wajar dan harus karena tidak mungkin seseorang  yang meyakini kebenaran suatu agama/ajaran/keyakinan, di dalam dirinya masih ada keraguan terhadap yang dianutnya. Bila masih ada rasa ragu, ia pasti berada dalam kebimbangan.  Ini manusiawi dan logis. Alloh SWT telah mengabarkan kepada kita dalam Al Quran : ”Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka”.(QS Al An’aam : 108)
Semua agama benar?
Kita sering mendengar sebuah pernyataan bahwa semua agama itu baik dan benar. Dari pernyataan seperti ini maka ada pengertian bahwa tidak ada satu agama atau ajaranpun yang salah, semuanya benar walaupun pada kenyataannya terdapat perbedaan yang sangat fundamental (mendasar). Benarkah demikian?
Bila mau jujur, sebenarnya masing-masing penganut agama meyakini bahwa hanya agama/kepercayaan dirinyalah yang benar. Buktinya, tidak ada satupun penganut agama yang berganti-ganti agama dengan dalih semua agama sama, sama-sama benar. Misal minggu kemarin beragama Islam, minggu ini beragama Kristen, minggu besok beragama Hindu, lalu minggu lusa beragama Budha, minggu depannya lagi berganti animisme dinamisme  dan begitu seterusnya. Ternyata tidak ada yang berbuat demikian.
Kebenaran hanya satu
Munculnya pernyataan ”Semua agama baik dan benar” berawal dari  adanya pihak-pihak yang mempunyai kepentingan untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama guna menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Walaupun dalam kenyataannya apa yang diharapkan tak kunjung datang juga. Realitanya, rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa bukan dipicu karena faktor agama tetapi oleh banyak faktor. Lihat saja, lepasnya Timor Timur atau Tomor Leste dari NKRI apakah dipicu oleh faktor agama?
Bila kita mau mencermati, sebenarnya pernyataan  ”Semua agama baik dan benar” itu sendiri sudah salah. Dimana letak kesalahannya? Kita akan bisa mengatakan sesuatu itu benar manakala ada yang salah. Kita bisa mengatakan baik, kalau ada yang jelek. Kita bisa mengatakan besar bila ada yang kecil, mengatakan panjang jika ada yang pendek. Harus ada pembandingnya, tidak mungkin tidak. Begitu juga dengan agama. Tidak mungkin dari semua agama yang ada, dikatakan semuanya benar, tidak bisa. Pasti harus ada yang salah. Bagaimana mungkin kita bisa mengatakan agama yang benar jika tidak ada agama yang salah?. Mustahil. Camkan dan renungkan.
Jika memang harus ada agama yang benar dan yang salah, lalu berapa agama yang benar dan berapa yang salah, karena agama yang kita kenal cukup banyak jumlahnya? Bila ada beberapa agama terlebih lagi secara lahiriyah berbeda-beda, maka  tidak mungkin yang benar lebih dari satu. Itu tidak mungkin. Pasti hanya satu yang benar. Hanya masalahnya mana agama yang benar dari sekian banyak agama yang ada.    
Islam agama fitroh
Untuk mengetahui agama mana yang benar dan mana yang salah sebenarnya tidaklah sulit. Lihat saja konsep ketuhanannya. Bila dalam masalah ketuhanannya sesuai dengan fitroh manusia maka itulah agama yang benar, tapi jika tidak maka ia adalah agama yang salah.
Di depan sudah dijelaskan bahwa fitroh manusia adalah mengakui Tuhan yang satu. Karena secara logika akal sehat, Tuhan yang satu itu lebih mudah untuk ditaati dan diikuti aturannya dibanding Tuhan yang lebih dari satu. Dalam hal ini Alloh SWT membuat perumpamaan yang sangat indah dan cerdas. Dikatakan dalam Al Quran : ”Alloh membuat perumpamaan  (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan, dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja). Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Alloh tetapi kebanyakan meresdka tidak mengetahui”. (QS Az Zumar : 29).
Lalu, mana agama yang ada yang sesuai dengan fitroh manusia? Hanya Islamlah yang sesuai fitroh manusia. Ini bukan klaim yang membabi buta. Bila masih ada yang belum yakin silakan kaji masing-masing agama kemudian bandingkan antara  satu dengan yang lain. Yang jelas, secara aqli (logika akal sehat) maupun naqli (secara nash/ayat) Islam adalah agama yang sesuai dengan fitroh manusia. Ini dalil naqlinya (nash/ayat) : ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Alloh); (tetaplah atas) fitroh Alloh yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Alloh. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS Ar Ruum : 30)
 Wallohu a’lam bish showab.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan Komentar untuk diskusi bersama

SMS GRATIS BOS.!

Group