Jumat, 31 Desember 2010

Belajar Berterimakasih


Pada umumnya seseorang akan merasa senang bila menerima suatu kebaikan atau pemberian dari orang lain, entah itu berupa uang, barang, tenaga, pikiran ataupun jasa lainnya. Dan  bagi orang yang sehat akal dan hatinya biasanya setelah menerima pemberian tadi ia akan mengucapkan terima kasih kepada sang pemberi. Hal itu dilakukan  sebagai ungkapan rasa senang dan suka (ridho) atas pemberian tersebut.
Berbeda dengan orang yang tidak sehat akal dan hatinya, ketika menerima kebaikan atau pemberian orang lain ia tidak segera mengucapkan terima kasih kepada sang pemberi tapi mungkin malah hanya cengar cengir sambil ngeloyor pergi atau bahkan mengumpat-umpat marah. Coba lihat saja bagaimana sikap orang yang tidak waras alias gila ketika meminta sesuatu kepada orang yang dia jumpai, pernahkah mereka berterima kasih kepada si pemberi? Boro-boro berterima kasih bisa-bisa malah mengolok-olok dan marah, mending kalau masih mau tersenyum manis alias cengar-cengir.
Berterima kasih memang per-buatan yang terpuji karena ucapan terima kasih (terlebih lagi yang disertai ekspresi atau wajah yang menam-pakkan kegembiraan)  tidak saja membuat si pemberi merasa senang dan dihargai tapi bisa juga menambah kehangatan dan keharmonisan hubung-an antara si penerima dengan si pemberi. Namun sebaliknya bila orang yang sudah menerima kebaikan kok bersikap dingin dan cuek, tentu si pemberi akan merasa sakit dan kecewa bahkan bisa menjadikan hubungan antara keduanya rusak.
Coba, seandainya ada seorang musafir yang sedang membutuhkan air minum karena haus yang sangat dikarenakan baru menempuh perjalanan jauh, sementara dia sendiri sudah tidak punya lagi bekal air walau hanya setetespun, lalu ada orang yang memberinya air minum yang segar rasanya dan dalam jumlah sebanyak yang  dia  butuhkan.  Kemudian  setelah menikmati pemberian tadi si musafir pergi begitu saja tanpa ada ekspresi kegembiraan  di  wajahnya  dan tak ada sepatah katapun sebagai rasa terima kasih, kira-kira bagaimana sikap si pemberi tadi? Bagaimana jika si pemberi adalah anda sendiri? Tentu dalam hati anda akan merasa masygul atau kecewa bahkan mungkin bisa geleng-geleng kepala keheranan dan menarik napas panjang sembari mengelus dada. Yah paling tidak anda akan merasa tidak simpati kepadanya.
Memang bagi orang yang normal, sehat akal  dan sehat nuraninya ketika ia menerima kebaikan ataupun pemberian orang lain lalu ia berterima kasih sambil tersenyum gembira itu adalah hal yang wajar dan  memang begitulah seharusnya. Dan terima kasih itu sebanding dengan banyak sedikitnya atau besar kecilnya pemberian yang diterima. Semakin banyak atau besar (nilai) pemberian yang diterima maka biasanya semakin sangat terima kasihnya. Begitu juga sebaliknya bila sedikit atau kecil (nilai) yang diterima, biasanya sedikit pula terima kasihnya. Itu adalah fitrah dan wajar.
Namun dalam kenyataannya banyak kita jumpai hal yang tidak wajar. Pasalnya banyak orang yang bisa berterima kasih terhadap pemberian yang sedikit atau kecil (nilainya) namun tidak bisa berterima kasih terhadap pemberian yang banyak atau besar (nilainya). Mengapa hal seperti itu bisa terjadi?
Sudah menjadi sifat kebanyakan manusia, ia akan merasakan bahwa suatu pemberian sebagai kenikmatan manakala pemberian tersebut (walaupun hanya sedikit) terjadi secara kadang-kadang saja (tidak terus menerus) dan si pemberi ada dihadapannya. Akan tetapi jika pemberian itu terjadi secara terus menerus (sudah biasa) maka kebanyakan manusia menganggap bahwa itu bukan sebuah kenikmatan walaupun banyak jumlahnya (besar nilainya). Terlebih lagi jika si pemberi tidak nampak. 



Siapakah yang pemberiannya paling banyak?
Manusia sering tidak menyadari bahwa sebenarnya dirinya telah banyak menerima pemberian, namun karena pemberian itu terjadi secara rutin terus menerus dan pemberinya pun tidak nampak maka (kebanyakan) manusia tidak bisa merasakan kalau yang diterimanya itu sebagai kenikmatan.
Coba perhatikan, bukankah semua manusia telah menerima pemberian yang berupa oksigen (udara), air hujan, panas (sinar) matahari, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, hewan, juga tubuh yang molek, kesehatan, akal pikiran dan masih banyak lainnya. Berapa banyak manusia yang menyadari bahwa itu semua adalah kenikmatan? Ternyata sangat sedikit manusia yang menyadari. Yah ini tidak lain karena pemberian yang seperti tersebut di atas merupakan pemberian sudah biasa dirasakan oleh manusia, terlebih lagi pemberinya tidak nampak di depan mata.
Kalau terhadap pemberian yang sifatnya hanya sedikit saja bisa berterima kasih, maka sudah semestinya terhadap pemberian yang jauh lebih banyak harus lebih bisa berterima kasih. Lalu siapakah yang pemberiannya paling banyak? Dialah Alloh Subhaanahu wa ta’ala. ”Tidakkah kamu perhatikan  sesungguhnya Alloh telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnkan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin”. (QS Luqman : 20). ”Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allohlah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudhorotan maka hanya kepada-Nyalah kamu minta pertolongan” (QS An Nahl : 53). ”Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya” (QS Ibrohim : 34).
Sungguh, bila manusia mau memperhatikan apa yang ada di sekelilingnya bahkan terhadap apa yang ada pada dirinya sendiri, maka manusia akan tahu bahwa itu semua merupakan pemberian yang luar biasa yang tak terkira nilainya. Bahkan seandainya seluruh manusia mencoba menghitung nilai atau jumlah pemberian tadi, pasti tidak bisa menghitungnya. Alloh ’Azza wa Jalla telah berfirman yang artinya : ” Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Alloh, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Alloh benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS An. Nahl : 18).

 Untuk apa sebenarnya pemberian Alloh itu?
Di depan sudah disebutkan bahwa apabila seseorang berterima kasih kepada orang lain karena pemberiannya, itu adalah sesuatu yang wajar dan sudah menjadi keharusan. Yah karena dengan dia menerima pemberian dari orang lain berarti dia telah mendapatkan kenikmatan yang boleh jadi dengan kenikmatan tersebut akan membuat dirinya senang atau bahagia.
Begitu juga dengan pemberian Alloh SWT yang jumlahnya tak terhitungkan, maka sudah sepantasnya dan seharusnya manusia berterima kasih kepada-Nya. Dan terima kasih kepada Alloh inilah yang disebut ”SYUKUR”. Dan diantara maksud pemberian Alloh SWT kepada manusia adalah agar manusia mau berterima kasih atau bersyukur kepada-Nya. ” Dan Dialah Alloh yang menundukkan  lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan dari padanya daging yang segar (ikan) dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”. (QS An Nahl : 14).
Manusia makhluk yang ingkar
Sekalipun sudah menerima banyak kenikmatan dari Alloh SWT yang harusnya manusia pada berterima kasih (bersyukur) kepada-Nya, namun pada kenyataanya sangat sedikit manusia yang mau berterima kasih kepada Alloh SWT. Sebagaimana telah difirmankan Alloh SWT yang artinya : ”Sesungguhnya manusia itu sangat zholim dan sangat mengingkari (nikmat Alloh) (QS Ibrohim : 34). Juga firman-Nya yang artinya : ”Tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri(Nya) (QS Yusuf : 38)
Memang sering kita dengar manusia mengatakan bahwa dirinya telah berterima kasih (bersyukur) kepada Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi ungkapan rasa syukurnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh sang pemberi nikmat tadi (yaitu Alloh SWT). Mengapa bisa terjadi? Yah karena kebanyakan manusia di dalam berterima kasih kepada Tuhannya tidak mengikuti cara-cara atau ketentuan dari si pemberi kenikmatan, akan tetapi menggunakan akal dan hawa nafsunya sendiri. Padahal untuk berterima kasih kepada Tuhan ada tata caranya, sebagaimana ketika orang akan berterima kasih kepada sesama manusia juga ada tata caranya, yaitu sesuai dengan kemauan orang yang telah memberinya.
Sesungguhnya orang bersyukur itu untuk dirinya sendiri
Sungguh sedikit sekali orang yang menyadari bahwa sesungguhnya jika dirinya bersyukur kepada Alloh SWT (dengan cara yang benar tentunya) buah kebaikannya adalah kembali untuk dirinya. Alloh SWT berfirman yang artinya : ” Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (QS An Nahl : 40). Juga firman-Nya yang artinya : ”Dan barangsiapa bersyukur (kepada Alloh) maka sesungguhnya ia barsyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Alloh Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS Luqman : 12).
Berdasarkan dari 2 ayat tersebut di atas jelas  bahwa yang akan menikmati buah dari syukur ya orang yang bersyukur itu sendiri. Lalu kira-kira apa buah yang akan diperoleh dari bersyukur itu. Syukur akan membuahkan hasil baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia dia akan mendapatkan tambahan nikmat dari Alloh SWT dan di akhirat dia akan dibebaskan dari siksa yang pedih yang berarti dimasukkan ke dalam syurganya Alloh yang penuh dengan kenikmatan. Alloh SWT berfirman yang artinya : ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku (siksa-Ku) sangat pedih” (QS Ibrohim : 7).
Untuk itu marilah kita mulai belajar berterima kasih kepada Alloh SWT Dzat yang telah banyak memberi kenikmatan kepada kita semua. Tidak ada alasan untuk tidak berterima kasih kepada-Nya. Coba jawaban apa yang akan kita berikan atas pertanyaan Alloh yang diulang-ulang sebanyak 31 kali dalam Al Qur’an Surat Ar Rohman : ”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Sungguh demi Dzat yang semua makhluk berada di tangan-Nya, tak ada satupun nikmat yang datang dari selain-Nya.

Wallohu a’lam bish showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan Komentar untuk diskusi bersama

SMS GRATIS BOS.!

Group