Sabtu, 11 Desember 2010

Memaknai Idhul Fitri

Edisi VI, Romadhon 1431 H, Minggu II September 2010 M

 
Idul Fitri memang hari istimewa. Secara syar’i pun dijelaskan bahwa Idul Fitri merupakan salah satu hari besar umat Islam selain Hari Raya Idul Adha. Karenanya agama ini membolehkan umatnya utk mengungkapkan perasaan bahagia dan bersenang-senang pada hari itu. Sebagai bagian dari ritual agama prosesi perayaan Idul Fitri sebenarnya tak bisa lepas dari aturan syariat. Ia harus didudukkan sebagaimana keinginan syariat.
Bagaimana masyarakat kita selama ini menjalani perayaan Idul Fitri yg datang menjumpai? Secara lahir kita menyaksikan perayaan Hari Raya Idul Fitri masih sebatas sebagai rutinitas tahunan yg memakan biaya besar dan juga melelahkan. Kita sepertinya belum menemukan hakekat yg sebenarnya dari Hari Raya Idul Fitri sebagaimana yg dimaukan syariat.
Bila Ramadhan sudah berjalan 3 minggu atau sepekan lagi ibadah puasa usai, “aroma” Idul Fitri seolah mulai tercium. Ibu-ibu pun sibuk menyusun menu makanan dan kue-kue baju-baju baru ramai diburu, transportasi mulai padat karena banyak yg bepergian atau karena arus mudik mulai meningkat serta berbagai aktivitas lainya. Semua itu seolah sudah menjadi aktivitas “wajib” menjelang Idul Fitri, hingga saat ini belum ada tanda-tanda menurun atau berkurang. Kemegahan pesta tergambar di mana-mana. Perilaku boros, mengejar keme-wahan dan kemubadziran, nampak terlihat saat menjelang ‘Idhul Fitri hingga 2 atau 3 hari setelahnya.
Untuk mengerjakan sebuah amal ibadah bekal ilmu syar’i memang mutlak diperlukan. Bila tidak ibadah hanya dikerjakan berdasar apa yg dia lihat dari para orang tua. Tak ayal bentuk amalannya pun menjadi demikian jauh dari yg dimaukan syariat. Demikian pula dgn Idul Fitri. Bila kita paham bagaimana bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini tentu berbagai aktivitas yg selama ini kita saksikan bisa diminimalkan.
Beridul Fitri tidak harus menyiapkan makanan enak dalam jumlah banyak tidak harus  beli  baju  baru  krn  baju  yg bersih
dan dalam kondisi baik pun sudah mencukupi  tidak   harus   mudik   karena bersilaturahim dengan para saudara yg sebenarnya bisa dilakukan kapan saja dan sebagainya. Dengan tahu bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beridul Fitri tidak lagi butuh biaya besar dan semuanya terasa lebih mudah.
 ‘Idul Fitri, sejatinya hari yang sangat mulia. Hari yang penuh dengan cerminan  taqwa. Hari  syarat makna  dan curahan kasih sayang Allah SWT. ‘Idhul Fitri adalah simbol kesucian, kemuliaan, berbagi dan kehangatan ukhuwah islamiyah. Bumi dipenuhi dengan kasih sayang. Yang mampu berbagi zakat, sedekah dan senang memberi untuk fakir miskin.
Jika kita melihat secara ‘arif, maka ada beberapa hal yang lekat dengan ‘Idul Fitri. Makna inilah yang seharusnya muncul sebagai perwujudan amal Ramadhan dan memancarnya kembali mutiara taqwa manusia kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT mewajibkan puasa (shaum) agar manusia  bertakwa,  maka manusia yang bermerayakan ‘Idhul Fitri adalah yang menemukan pakaian ke-taqwaannya, atau yang semakin berkilau mutiara ketaqwaan yang telah menghiasi dirinya.
Sebagai kaum Muslimin, tentunya kita harus mengetahui, bagaimana sebenarnya memaknai Hari Raya ‘Idul Fitri. Rasulullah SAW telah memberikan rujukan bagi kita semua untuk memaknai Hari Raya ‘Idul Fitri, yaitu :

1.    ‘Idul Fitri sebagai Hari Kesucian
Puasa adalah training tentang pembia-saan menjaga kesucian tingkat tinggi yang membawa pelakunya mencapai kemampuan untuk mengendalikan diri untuk tidak mela-kukan maksiat kepada Allah SWT. Makna ini sejatinya sejalan dengan definisi  taqwa, yakni berusaha secara terus menerus untuk menjalankan perintah Allah SWT sekaligus menghindari segala larangan-Nya.

2.    ‘Idul Fitri sebagai Pintu Kesederhanaan
Puasa membentuk budaya kese-derhanaan. Bersahaja dalam hidup dan tidak berlebih-lebihan. Karena training selama Ramadhan sepenuhnya melatih setiap orang untuk mengurangi keter-gantungan seluruh anggota tubuh atau disebut “Jawarih” pada makanan, minu-man, seks yang itu semua bahkan diperbolehkan oleh agama. Ramadhan diharapkan dapat mendorong manusia untuk bisa menyeimbangkan kebutuhan duniawi, dan sebaliknya manusia harus menyadari perlunya mereguk sebanyak-banyaknya akan kebutuhan rohani (hati).

3.    ‘Idul Fitri sebagai Penguat Aplikasi Takwa
Ketika menjawab pertanyaan saha-bat ‘Ali bin Abi Thalib Ra, “Apa yang penting dalam hidup?” Rasulullah saw menjawab, “Selalu mengerjakan kebai-kan. Dan yang lebih penting dari itu adalah menjaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat.”
Taqwa salah satunya bermakna menjaga. Jika pada sebulan penuh manusia betul-betul menjalankan puasa dengan baik, maka budaya menjaga diri dari maksiat akan teraplikasi setelah ramadhan.

4.    ‘Idul Fitri hari Berbagi untuk Kemanusiaan
Sisi terpenting dari puasa adalah agar si kaya merasakan penderitaan lapar dan dahaganya si miskin. Puasa merupakan latihan untuk ber-empati pada derita sesama. Dengan mera-sakan derita mereka yang perih, kita diarahkan untuk memberikan solusi bagi derita mereka. Jika kita masih memiliki harapan dalam berbuka, bahkan de-ngan makanan yang enak, fakir miskin sehari-hari sering tidak mempunyai harapan kapan dapat berbuka. Berhari-hari mereka kelaparan. Malam hari tidur dalam kondisi yang belum juga terpe-nuhi kebutuhan perutnya.
Pada sisi ini, manusia diarahkan untuk berbagi. Tidak butuh waktu lama untuk segera berbagi jika kita benar-benar mampu merasakan derita para dhu’afa (orang-orang yang lemah) dan mereka-mereka yang berhak .
Bahkan kenangan kelaparan puasa pada hakekatnya akan terus terbawa dan menjadikan manusia semakin ber-empati pada sesama.

5.    Idhul Fitri sebagai sarana Syiar Islam
Tak dipungkiri bahwa dalam merayakan Idhul fitri, sangat ditekankan sayriat untuk mengerahkan seluruh kaum muslimin untuk mendatangi tempat pelaksanaan sholat Idhul Fitri. Sebagaimana diriwayatkan Dari Ummu ‘Athiyyah ia mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerin-tahkan kami utk mengajak keluar pada Idul Fitri dan Idul Adha yaitu gadis-gadis wanita yg haid dan wanita-wanita yg dipingit. Adapun yg haid maka dia menjauhi tempat shalat dan ikut menyaksikan kebaikan dan dakwah muslimin. Aku berkata: “Wahai Rasulullah salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?” Nabi menjawab “Hendaknya saudaranya meminjamkan jilbabnya.” {Shahih HR. Al-Bukhari dan Muslim ini lafadz Muslim Kitabul ‘Idain Bab Dzikru Ibahati Khurujinnisa}. Kita perhatikan bahwa perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi menuju tempat shalat sampai-sampai yg tidak punya jilbabpun tidak mendapatkan udzur. Bahkan tetap harus keluar dengan dipinjami jilbab oleh yg lain.

7.    ‘Idul Fitri sebagai hari Silaturahmi
Telah mentradisi di Indonesia bahwa moment ‘Idhul Fitri dilengapi dengan kegiatan saling kunjung mengunjungi sesama kerabat. Walau hal ini juga bisa dilakukan kapanpun tanpa harus dibatasi pada saat ‘Idhul Fitri saja. ‘Idhul Fitri menjadi media silaturahmi antar keluarga, saudara, dan antar sesama muslim. Islam sangat menekankan pentingnya silaturrahmi. Islam bahkan memberikan sarana kebersamaan dalam berbagai aspek ibadah. Dalam perintah sholat Jum’at, anjuran sholat berjama’ah, dan saling membantu sesama adalah media silaturrahmi untuk membina hubungan yang hangat antar kaum muslimin.
Islam juga menekankan agar terbina bhakti dan hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua. Karena itu  momentum ‘Idul Fitri menjadi media silaturrahmi yang baik untuk mewu-judkan kehangatan hubungan keluarga sekaligus juga hubungan sesama muslim. Silaturrahmi adalah kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturrahmi, ma-ka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik.
“Barangsiapa yang ingin dipan-jangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia  menyam-bungkan tali silaturahmi" (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadis lain dikisahkan pula, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasulullah SAW kepada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyembungkan persau-daraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok da-lam Islam, dan mengukuhkan tali per-saudaraan di antara mereka adalah amal shalih yang besar pahalanya.”

Wallahu a’lam bi ash-shawab.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan Komentar untuk diskusi bersama

SMS GRATIS BOS.!

Group