Jumat, 31 Desember 2010

Menjaga Kebersihan Harta


Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu waktu, setiap orang tanpa kecuali akan makan riba, orang yang tidak makan langsung, pasti terkena debu-debunya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu saat di mana seseorang tidak peduli dari mana hartanya didapat, apakah dari yang halal atau yang haram.” (HR Ahmad dan Bukhari)

 
Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa di jaman yang serba konsumtif sekarang ini, ditambah dengan informasi tayangan iklan dan yang reklame telah menguasai dunia selama 24 jam penuh tidak dibatasi  ruang dan waktu, sehingga telah pula menggiring hampir seluruh umat manusia dipusingkan dengan urusan duniawinya. Waktu tidak lagi menjadi kendala, siang, bahkan malam penuh diisi degan kesibukan manusia untuk menghasilkan uang. Kata “cukup” telah lenyap dari benak manusia, kemudian digantikan kata ”kurang kurang dan kurang”. Tidak lagi manusia hanya cukup memenuhi kebutuhannya berupa sandang, pangan dan papan, namun lebih dari itu pendidikan anak pun sangat mendominasi anggaran sebuah keluarga, termasuk kebutuhan hiburan dan lain sebagainya.
Memang sudah menjadi fitroh bahwa manusia sebagai makhluk harus hidup di dunia, sudah pasti akan merasakan yang namanya susah payah, sebagaimana Alloh berfiman dalam surat Al Balad ayat 4
 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam keadaan susah payah.
 Juga tersebut dalam hadist yang diriwayatkan pula oleh At Thabari dengan sanadnya dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma bahwa beliau bercerita “Ketika Adam dan Hawa melanggar larangan Allah di surga-Nya, Allah Ta’ala menyatakan kepada keduanya : Maka demi kemulyaanKu, sungguh-sungguh Aku akan menurunkanmu ke bumi, sehingga di sana kamu tidak akan mendapatkan keperluan hidup, kecuali dengan susah payah.

Namun demikian sesulit apapun kita mencari harta, atau semenarik apapun tingkat keuntungan yang dapat kita raih, kita mesti hati-hati dalam menggapainya. Allah berfirman dalam surat Yunus :59

“Katakanlah (Muhammad), ‘Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal.’ Katakanlah, “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini), ataukah mengada-ada atas nama Allah?’”(QS Yunus [10]: 59)
Dunia telah memaksa kita berada dalam kondisi demikian, dan Alloh-pun telah membuat sebuah ketetapan, bahwa manusia harus bersuyah payah dalam memenuhi keinginan dan kebutuhannya, walaupun kebutuhan dan keinginan tersebut berupa hal yang sepele.
Dikisahkan pada suatu saat di hari yang sangat terik, ada seseorang yang mungkin tengah merasa kehausan di jalan. Kemudian dalam perjalannya seseorang tersebut kebetulan melewati sebuah kebun (yang jelas bukan miliknya), tumbuh pohon mangga yang nampak ada beberapa buahnya sudah menguning-ranum, dengan warna yang menguning bersih semburat merah, sangat wajar buah tersebut membuat banyak orang ingin memenikmatinya. Tak perlu “ba – bi –bu” dan berfikir panjang apalagi minta ijin kepada pemiliknya, orang tersebut langsung berhenti dan mangambil galah, kemudian memetiknya. Setelah mendapatkan mangga tersebut, seketika buah mangga dimakan-nya dengan lahap, kemudian dengan santainya biji mangga dia lempar begitu saja di jalan. Dia merasa puas, dia pergi tanpa ada perasaan telah mendzalimi diri sendiri sekaligus telah mendzalimi pemilik kebun, serta juga mendzalimi pengguna jalan.
Cerita dan perbuatan yang demikian mungkin sebagaian besar masyarakat menganggap bahwa hal ini adalah biasa dalam kehidupan sehari-hari, dan bahkan dianggap tidak ada hukum yang berlaku di dalamnya, baik hukum Alloh (agama) maupun hokum sosial bahkan hukum negara. Apabila perilaku demikian telah dianggap menjadi sebuah hal biasa apalagi telah menjadi sebuah ke“umuman”an di dalam tatanan budaya masyarakat, maka sudah barang tentu secara otomatis akan menyeret budaya masyarakat ke arah perilaku yang lebih parah. Hal ini mengingat bahwa tingkat kepentingan pemenuhan kebutuhan vital yang lain dianggap lebih banyak dibandingkan dengan perbuatan hanya sekedar mengambil buah mangga tetanga tanpa ijin untuk - menghilangkan rasa haus tadi.
Syariat Islam telah mengatur umatnya, dalam hal bagaimana manusia dalam mencari harta untuk memenuhi kebutuh-annya. Kebersihan diri dari harta yang tidak jelas atau bahkan haram sangat ditekankan.

Alloh berfirman dalam surat (An Nahl : 114)
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”
 Juga dalam Al Baqoroh : 168
 “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi.”
 Berjual beli adalah salah satu kegiatan manusia untuk mendapatkan harta, dan Rosululloh pun mendapatkan kekayaan dengan berjual beli. Sesuatu yang biasa diperjualbelikan bisa berupa benda/barang, maupun jasa/ tenaga, sedangkan lawan atau mitra jual beli bisa perseorangan (yang umum dilakukan), bisa dengan lembaga atau perusahaan juga termasuk jual beli jasa dengan pemerintah (sebagai pegawai negeri). Jangka waktu jual beli bisa sesaat (jual beli langsung), juga jual beli untuk jangka waktu tertentu (kontrak kerja, dan lain-lain). Dalam hal berjual beli Alloh dan Rosulnya telah begitu banyak memberikan rambu-rambu dan tata cara yang benar.
Diantara prinsip jual beli yang terpenting adalah kejujuran, karena kejujuran ini merupakan faktor penyebab keberkahan bagi pedagang dan pembeli. Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits, ..

“Penjual dan pembeli mempunyai hak untuk menentukan pilihan selama belum saling berpisah, maka jika keduanya berlaku jujur dan menjelaskan yang sebenarnya maka diberkarti transaksi mereka, namun jika keduanya saling menyembunyikan kebenaran dan berdusta maka mungkin keduanya mendapatkan keuntungan tetapi melenyapkan keberkahan transaksinya”. (HR. Mutafaq ‘Alaih dari Hakim bin Hizam).

Alloh berfirman Allah SWT berfirman,
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kalian”. (QS An-Nisa: 29)..

Namun apa yang ada saat ini, dalam berjual beli juga telah menjadi hal yang umum baik penjual maupun pembeli saling melakukan kecurangan atau manipulasi keadaan, sehingga tanpa disadari dalam mengeruk keuntungan pelaku jual beli telah menerapkan slogan ..
“BAGAIMANA MENIPU ORANG/PIHAK LAIN – TAPI YANG DITIPU JUSTRU BERTERIMAKASIH”.
Mari kita renungkan slogan ini dalam-dalam,…… dan ternyata slogan ini memang berlaku di dunia jual beli. Tipu-menipu, saling mendzalimi aturan dan kesepakatan sudah menjadi hal biasa juga, semuanya tak lain dan tak bukan penjual dan pembeli masing-masing ingin lebih cepat memenangkan lomba mendapatkan keuntungan harta dalam rentang waktu sama tersebut.
Dalam dunia jual beli, promosi dan iklan adalah hal wajib dilakukan, lalu dibikin sedemikian rupa, sehingga konsumen akan terpesona dan tak sedikit justru terjerat dalam jebakannya. Iming-iming manfat dengan rayuan dan penawaran yang menggiurkan, yang sangat jauh dengan kondisi barang yang sesungguhnya, termasuk tipuan sekalipun, juga sudah menjadi hal biasa. Yang ada adalah konsumen lagi-lagi masuk jeratan di dalam lobang jebakan. Semuanya lazim mengiringi dimana manusia melakukan jual beli.
Manusia tidak lagi mengindahkan norma-norma agama dan sosial yang berlaku dalam memenuhi kebutuhannya, yang ada adalah “maju terus yang penting dapat hasil banyak” dan hal demikian akan mirip dengan keadaan kuda saat menarik delman. Mata kanan-kiri ditutup oleh sang kosir, yang kuda tahu adalah hanya lari ke depan tidak boleh peduli ada apa disebelah kanan dan sebelah kiri”. Semua diken-dalikan oleh sang kosir. Apa bila kita telah berada dalam budaya masyarakat yang demikian, kemudian kita sedikit saja memberikan toleransi terhadap budaya demikian itu, atau lebih-lebih kita juga termasuk manusia-manusia yang sema-camnya,…. maka tidaklah terlalu salah bila kita telah berhias diri untuk menjadi seekor binatang berupa “kuda”, kemudian yang menjadi kosir adalah HAWA NAFSU dan ketamakan.
Dari paparan di atas kiranya bisa menggugah kesadaran kita, bahwa sesungguhnya tatanan sosial masyarakat kita telah terkondisi rusak, namun kita tidaklah harus hanyut dan mengikutinya. Hal yang tak bisa kita hindari hingga akhir hayat dalam memenuhi kebutuhan adalah kita pasti akan menjadi penjual atau pembeli.  Dan kita harus bisa menjaga diri, kita harus bisa menguasai diri, mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan Alloh dan Rosulnya.
 Rasulullah SAW bersabda,
“Perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya“ (HR.At-Thabrani). Wahab bin Munabbih bercerita. Satu waktu Nabi Musa AS bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang berdoa. Dia berdiri lama sekali dengan khusyuknya. Seraya memperha-tikan lelaki tersebut Nabi Musa berkata, “Ya Rabbi, mengapa tidak Kau jawab juga doanya?“. ”Wahai Musa, seandainya orang itu menangis sejadi-jadinya dan mengang-kat kedua tangannya hingga ke permukaan langit-pun, doanya tetap takkan sampai kepada-Ku,“ firman Tuhan. ”Mengapa gerangan ya Allah?“ tanya Musa. ”Karena di perutnya ada barang haram. Di pung-gungnya ada barang haram, dan di rumahnya pun tersimpan barang haram,” tegas Allah SWT.
Dalam kisah yang lain dicontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi..!, Yaa Rabbi..! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do'anya". (HR Muslim).
Sebagai penutup, Mu’adz bin Jabal ra. mengutarakan tentang sifat-sifat pedagang yang kelak dapat bersama Nabi SAW sebagaimana yang telah disabdakan oleh Beliau yaitu: “Apabila berbicara mereka tidak berdusta, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila dipercaya tidak mengkhianatinya, apabila menjual barang tidak memuji-mujinya, apabila membeli barang tidak mencelanya, apabila punya hak tidak mempersulit, dan apabila punya hutang atau tanggungan tidak menunda-nundanya.” (HR. Al Ashbahani dan Baihaqi)

Wallahu’alam bishshowwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sampaikan Komentar untuk diskusi bersama

SMS GRATIS BOS.!

Group